Mengasah Kampak
Tengak-tengok – Asah kampak agar tetap tajaaam
Mindset Motivator.
“Mbok, asah dulu kampakmu”
“Pak, saya mau mengundurkan diri. Saya malu. Saya sudah bekerja sangat
keras.
Saya sudah lembur. Saya sudah mati- matian. Namun hasilnya
bukan membaik, malah terus menurun. Saya malu pak,” demikian ucapan
tertunduk seorang penebang pohon kepada pimpinan yang bijaksana.
Suasana makin hening, karena bukan jawaban kalimat yang terdengar namun
malahan bunyi ruuut seruput teh panas dihirup nikmat, yang dilanjutkan
kelegaan:
“Aaah” yang membuat si penebang pohon makin tertunduk malu.
Sang pimpinan berdiri perlahan dan dengan tangan kanan yang lembut
menepuk bahu kiri si penebang pohon, membuat suasana makin hening
dan trance tegang.
pohonpun berkedip-kedip makin trance bingung menunggu
bunyi kalimat jawaban pimpinannya. Namun, tetap trance heniiing Akhirnya
suasana senyap terinterupsi dengan kalimat lembut: “Kapan terakhir kali kamu
mengasah kampakmu?”
Dengan tergagap penebang pohon menjawab terputus- putus: “Man…mana
sempat, ppak! Saya bekerja siang malam agar dapat memperoleh hasil yang
maksimal.
Man.. mana ada waktu untuk mengasah kampak-kampakku itu”
Eh, malah terdengar suara tertawa bijaksana khas Mbah Surip:”Ha ha ha ha
itulah masalahnya.
Kamu lupa mengasah kampakmu. Mana bisa kamu
menebang pohon lebih banyak dengan kampak yang tumpul, bukan?” .
Bunyi tawapun terulang lagi: “Ha ha ha ha”
Hai sobatku, hai saudaraku, hai temanku. Kadang sepertinya kita tidak punya
waktu untuk diri sendiri. Kita tidak sempat untuk sediakan waktu untuk bicara
dengan diri sendiri.
Kita tidak mau buang waktu untuk diam. Kita sibuk diluar
diri, takut masuk kedalam diri. Karena takut saja Nah, marilah. Sekali
lagi, marilah ambil jedah sejenak untuk evaluasi perjalanan kita saat ini,
sekarang biarkan kepala Anda dalam posisi Tengok ke Bawah.
(Bacalah kalimat berikut di bawah ini dengan sangat perlahan, sangat sangat perlahan) ,...
Kapan terakhir kali Anda mengasah kampak Anda?
Kapan terakhir kali Anda tertawa lepas terbahak-bahak?
Kapan terakhir kali Anda retret dari kesibukan sehari-hari?
Kapan terakhir kali Anda berdiam diri, hanya bicara dengan diri Anda sendiri?
Kapan terakhir kali Anda mengevaluasi perjalanan hidup Anda?
Kapan terakhir kali Anda bertekuk sujud dan menangis di kaki DIA?
Kapan terakhir kali Anda masuk ke dalam diri Anda yang paling dalam?
Kapan terakhir kali Anda bertanya siapa aku ini?
Kapan terakhir kali Anda bertanya ada dimana aku saat ini?
Kapan terakhir kali Anda bertanya mau kemana hidupku ini?
Kapan terakhir kali Anda dimana akhir cerita hidup ini?
(Sekarang baik juga putarlah sebuah musik lembut dan dengarkan dengan hati,
nikmati dengan jiwa,
menyatulah dengan musik yang Anda pilih, tanpa harus
menjawab pertanyaan di atas.
Biarkan larut dengan musik) Selesai
mengevaluasi dimana perjalanan kita saat ini, barulah berikutnya kita
menyongsong masa depan yang lebih cerah dengan..Tengok ke Atas
Melihat tujuan Anda di depan.
Melihat cita-cita yang akan diwujudkan. Melihat
tanah tujuan, tanah harapan. Melihat impian di ujung jalan. Melihat cahaya
terang nun jauh disana.
Agar terbangun kembali semangat, motivasi, tenaga, harapan dan keyakinan
bahwa cita-cita masih bisa diwujudkan.
Harapan itu masih bisa terlaksana.
Harapan itu masih ada.
Tidak apa-apa juga untuk melihat lebih tinggi, melihat lebih jauh,
menerawang kejauhan diluar batas ambang visual manusia. Melihat akhir cerita
kehidupan.
Melihat kabar akhir diri ini. Menuju ke alam semesta yang lebih luas.
Menuju ke langit. Langit yang berlapis. Bahkan berlapis sampai tujuh lapis.
Sangat tinggi, sangat jauh. Tidak terlihat, tidak terjangkau, hanya diyakini.
Agar saat mata kembali menengok ke bawah, kita mudah untuk
memahami bahwa jalan yang sedang diinjak mungkin sudah tepat,
mungkin juga salah, mungkin juga keliru, mungkin berlumpur, mungkin hanya
kubangan kerbau.
Saat tahu salah, kita mudah untuk berpindah jalan,
kita mudah untuk melangkah bangkit. Kita mudah untuk memilah arah dan
melanjutkan perjalanan kembali. Sebagai seorang Khalifah. Sebagai seorang
Musafir.
Sebagai seorang pengelana. Pengelana kehidupan. Dan, Teruslah
sempatkan tengak-tengok.
Agar tidak tersesat, agar mudah berpindah arah, agar tetap bersemangat.
Teruslah tengak-tengok, walau hanya sejedah tarik nafas, seteguk kopi
pahit, sehirup teh panas, seucap Allah Maha Akbar dan menghembuskan nafas
dengan syukur dan kembali ikhlas untuk melangkah, melanjutkan perjalanan ini,
ke jalan setapak di depan mata.
Jalan lurus, jalan panjang, jalan yang mungkin tanpa ujung, jalan kembali. Kem-
bali ke pemilik nafas ini. DIA yang Besar, DIA yang Akbar Ah, serahkan saja
jawabannya ke dalam diri. Serahkan saja nafas ini pada Dia pemilik senyum ini.
Serahkan saja nafas ini. Serahkan saja.
Agar kita terus berkarya
Agar kita terus kuat melangkah Agar kita terus mampu mendaki
Agar kita terus bisa terbang tinggi dan jauh, setinggi dan sejauh yang bisa kita
yakini
Komentar
Posting Komentar